
Sejak masih usia SD, dia
merantau dan hidup berkecukupan bersama masyarakat non-muslim di kawasan
Kabanjahe, Sumatera Utara. Namun awal 2014, Dahlan memboyong istrinya, Unjuk
Ginting dan tiga orang anak ke Aceh. Dia
menetap di Gampong Cot Bada, Kecamatan Langkahan, Aceh Utara. Di sana Dahlan bersama
istri dan anak-anaknya rela tinggal di gubuk dengan kondisi ekonomi serba
kekurangan.
Kepada penulis Dahlan
menceritakan, tahun 60-an meninggalkan kampung halaman di Desa Manekawan,
Kecamatan Seunuddon, Aceh Utara. Namun selama diperantauan, dia mengalami
berbagai masalah, sehingga terdampar di sebuah desa yang warganya beragama non-muslim.
Di sana, kehidupannya setiap hari jauh dari kegiatan-kegiatan Islami. Tetapi
dia mengaku tidak pernah pindah agama, meskipun hidup bersama masyarakat
non-muslim.
Dahlan mengaku selalu
dipengaruhi untuk meninggalkan agama yang dianutnya sejak kecil. “Tetapi saya tetap
bertahan,” katanya. Bahkan dia berhasil mempengaruhi seorang perempuan di sana
secara diam-diam dan mengawininya.
Awal tahun 2014, Dahlan
kembali ke Aceh. Dia merasa usianya semakin tua dan sakit-sakitan, sehingga
ingin mendalami ilmu agama. Dia juga membawa istri dan tiga orang anaknya yang
masih usia SD. Sedangkan seorang anak perempuanya, masih tinggal bersama mertua
yang non-muslim.
“Saya ingin, istri dan semua
anak saya tinggal di Aceh dan belajar agama Islam,” jelasnya. Namun itu
mustahil, karena tidak memiliki biaya. Sedangkan untuk biaya hidup selama ini
merupakan hasil kerja istrinya yang menjadi buruh tani. Sementara pendidikan tiga
orang anak, dibiayai Panti Asuhan Yatim Piatu Malem Diwa. Dahlan yakin, Allah
SWT memberikan yang terbaik kepadanya. Meskipun hidup di gubuk kecil dan makan
dari hasil jerih istrinya, namun merasa nyam telah berada di tanah leluhurnya,
Serambi Mekkah