
SEJUMLAH wanita paruh baya duduk diam di pinggir areal sawah yang akan ditanami padi dengan menggunakan Rice Transplanter (mesin penanam padi). Sebelumnya, mereka bekerja sebagai buruh tani.
Para ibu dari Gampong Dayah Menara, Kecamatan Buloh Blang Ara, Aceh Utara itu membayangkan ke depan peluang buruh tani semakin sempit, bahkan akan hilang.
Armiyah,46, mengaku sebelumnya sering diminta para petani untuk menanam padi. Setiap hari dia mampu mengumpul Rp60.000. Dengan penghasilan tersebut, Armiyah bisa membatu menutupi kebutuhan keluarganya. Bahkan dia bersama sejumlah buruh lain, seperti Bismi,45, dan Zainabon,48, sering diminta bekerja ke kecamatan lain. “Selama musim turun ke sawah, Alhamdulillah kami mendapat rezeki juga,” jelas Armiyah.
Peluang Armiyah bersama puluhan rekannya, mulai terancam. Kemajuan teknologi pertanian, menggilas peluang mereka. Pemkab Aceh Utara mulai meperkenalkan mesin tanam padi (rice transplanter). “Dulu ada mesin potong padi, sekarang sudah ada mesin tanam padi. Jadi, kemana lagi kami mencari uang,” tambah Bismi.
Mereka sudah bisa memastikan, musim tanam dan musin panen mendatang semuanya menggunakan peralatan modern. Tenaga manual, tidak akan dipakai lagi. Baik untuk memotong padi pada masa penen, maupun untuk menanam padi saat turun ke sawah.
Zainabon bersama rekan-rekannya, tidak mempermasalahkan kemajuan alat pertanian. “Namun kami hanya mengharapkan, agar bupati (Pemkab Aceh Utara) membuka peluang usaha lain kepada kami,” tambahnya.
Armiyah,46, mengaku sebelumnya sering diminta para petani untuk menanam padi. Setiap hari dia mampu mengumpul Rp60.000. Dengan penghasilan tersebut, Armiyah bisa membatu menutupi kebutuhan keluarganya. Bahkan dia bersama sejumlah buruh lain, seperti Bismi,45, dan Zainabon,48, sering diminta bekerja ke kecamatan lain. “Selama musim turun ke sawah, Alhamdulillah kami mendapat rezeki juga,” jelas Armiyah.
Peluang Armiyah bersama puluhan rekannya, mulai terancam. Kemajuan teknologi pertanian, menggilas peluang mereka. Pemkab Aceh Utara mulai meperkenalkan mesin tanam padi (rice transplanter). “Dulu ada mesin potong padi, sekarang sudah ada mesin tanam padi. Jadi, kemana lagi kami mencari uang,” tambah Bismi.
Mereka sudah bisa memastikan, musim tanam dan musin panen mendatang semuanya menggunakan peralatan modern. Tenaga manual, tidak akan dipakai lagi. Baik untuk memotong padi pada masa penen, maupun untuk menanam padi saat turun ke sawah.
Zainabon bersama rekan-rekannya, tidak mempermasalahkan kemajuan alat pertanian. “Namun kami hanya mengharapkan, agar bupati (Pemkab Aceh Utara) membuka peluang usaha lain kepada kami,” tambahnya.
Mereka mengaku, ketika tenaga buruh tani tidak dipakai lagi, semuanya buruh akan menganggur. Tetapi mereka masih punya keahlian lain. Diantaranya, membuat tikar anyaman dan membuat kue. Namun usaha tersebut sulit berkembang, karena mereka tidak mampu memasarkan hasilnya. “Harapan kami, pemerintah bisa membantu agar kami bisa membuka usaha apa saja,” tandas Zainabon.(****)