![]() |
| Ibu-ibu Dusun Wates |
KAMIS merupakan hari yang menyeramkan bagi ibu-ibu Dusun Wates, Desa Jatisura, Kecamatan Majalengka, Jawa Barat. Khususnya yang berutang ke bank emok (bank dengan sistem bunga). Pada hari itu, mereka harus menyetor cicilan utang. Mereka yang belum mengantongi uang, terpaksa pontang panting meminjam uang di tempat lain untuk menutupnya.
“Kalau hari Rabu belum ada teh, pusing banget. Jadi pinjam ke kakak meski malu juga, buat setoran,” tutur Yati, seperti dilansir BBC Indonesia.
“Terus enggak sekali kan setoran itu, tiap minggu. Pernah pinjam juga ke pinjaman yang bunganya 50% buat setoran bank emok. Jadi malah nambah utang,” ujarnya kemudian.
Wartawan di Bandung, Yuli Saputra dalam hasil liputannya di BBC Indonesia juga menjelaskan, keresahan para ibu di Dusun Wates itu disadari oleh Ismal Muntaha, seniman yang tinggal di dusun itu dan sering berkegiatan bersama ibu-ibu tersebut. Kepada Ismal dan istrinya, Bunga Siagian, mereka kerap mengeluhkan pengalaman terjerat bank emok.
Diakui Ismal, ibu-ibu tersebut sangat bergantung dengan model peminjaman bank emok atau bank keliling karena rata-rata mereka buruh harian lepas.
Tiap kali ada kebutuhan mendesak, seperti membetulkan rumah yang rusak, biaya sekolah anak atau biaya pengobatan anak yang sakit, mereka akan bertumpu pada bank emok atau rentenir.
“Bank-bank kayak ginilah yang jadi jalan keluarnya karena kalau ke bank formal mereka gak punya jaminan, plus kita juga tinggal di tanah sengketa, tanah enggak ada sertifikatnya,” kata Ismal yang juga menjadi pengurus di Badan Kajian Pertanahan ini.
Awal Berdiri Bank Emak (Mother Bank)
Lebih jauh Yuli Saputra menjelaskan, pada 2020 silam, Ismal dan Bunga mendapat undangan residensi seni di Inggris. Sayangnya, mereka batal berangkat lantaran terhalang pandemi Covid-19.
Program residensi seniman merupakan program yang mengusung konsep seperti retreat dan live-in untuk para seniman sehingga mereka dapat berkarya, mencari ide dan suasana baru, serta saling bertukar pikiran dengan seniman lainnya. (karena.id)
Kemudian terbesit ide Ismal memanfaatkan dana residensi sebesar Rp25 juta sebagai modal awal membentuk bank emak-emak atau Mother Bank dengan menyalurkan pinjaman tanpa bunga. Ide itu disambut baik oleh pihak penyelanggara pameran di Inggris.
“Ide ini buat mereka, bahkan bisa langsung berdampak daripada ke Inggris bikin pameran. Saya ingat sekitar Rp20 juta - Rp25 juta kalau enggak salah, plus tabungan kami. Akhirnya itu yang kami pinjamkan ke ibu-ibu.”
“Sesederhana bilang, ‘Bu, gimana kalau minjamnya sekarang ke kami saja, bunganya 0 persen.’ Ibunya langsung waahh...” beber Ismal sambil tertawa.
Kendati tanpa bunga, bukan berarti pinjaman itu bebas syarat. Ismal menjelaskan debitur Mother Bank harus menyediakan waktunya kurang lebih dua jam untuk berkegiatan dan berkarya. Dua jam itu, jelas Ismal, adalah waktu yang biasanya dihabiskan para ibu saat pertemuan dengan bank emok.
“Saya sama Bunga ini melihat kalau dua jam ini dibuat kegiatan kolektif buat kepentingan kampung, bisa banget ini. Itulah prasyarat minjam uang ke Mother Bank, bunga 0%, kemudian ibu-ibu mesti investasi waktu,” ungkap Ismal.
Pada 2020, Mother Bank dibentuk dan kini beranggotakan sebelas orang. Selama empat tahun terakhir, banyak kegiatan yang telah dilakukan Mother Bank.
Pada tahun pertama setelah dibentuk, Mother Bank mengelola kebun bersama. Mereka memilih berkebun singkong karena dianggap paling mudah ditanam. Setelah panen, singkong itu kemudian diolah menjadi tepung mocaf, untuk mengganti ketergantungan pada terigu yang diimpor.
“Singkong itu kami coba modifikasi jadi tepung mocaf. Harapannya, bisa menggantikan terigu, bahkan dijual. Walaupun enggak berhasil sampai ke penjualan, hanya sampai bikin semacam acara masak bareng bahwa kami punya menu-menu baru dari tepung singkong, bikin mie, bolu,” sebut Ismal.
Kegiatan selanjutnya, papar Ismal, membuat pasar kuliner. Ibu-ibu Mother Bank diharuskan membuat satu jenis makanan yang bisa dijual di pasar tersebut. Pasar yang diberi nama Wakare dan digelar mingguan ini punya cara unik dalam pembayarannya, yakni memakai koin yang terbuat dari tanah.
Uang rupiah ditukar ke koin tanah dengan nilai yang sama. Tujuannya, untuk mengkampanyekan Jatiwangi sebagai wilayah kebudayaan tanah.
“Inginnya sih punya mata uang tanah. Pasar ini itu juga cukup viral, bahkan omsetnya sampai Rp8 juta dalam satu kali pasaran,” sebut Ismal.
Tidak berhenti di situ, Ismal berencana membuat semacam Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) pada tahun keempat Mother Bank dibentuk. Ismal berharap BUMDes ini bisa menjalankan program penanganan stunting.
Selain itu, pada 2022 silam, Ismal berinisatif membuat kegiatan kolektif yang menyertakan anggota Mother Bank di bidang musik.Terciptalah lagu berjudul “Jalan-Jalan” yang kemudian viral di dunia maya. Hasilnya, menurut Ismal, melampaui dugaan.
Kelompok musik Mother Bank pun terkenal dan kerap diundang ke beberapa ajang musik, seperti Pestapora pada 2023 di Jakarta dan Pertemuan G20 pada 2022 di Borobudur, Magelang, Jawa Tengah. Kini, Mother Bank sudah memiliki enam buah lagu.
Mother Bank juga menjadi model iklan sebuah bank swasta dan produk pasta gigi.
Kelompok musik ini terbilang unik, selain kostumnya yang menarik, alat musik yang digunakan berbeda dengan yang lain, yaitu menggunakan benda-benda yang terbuat dari tanah liat, seperti genteng dan tembikar.
Dengan berbagai kegiatan tersebut, ibu-ibu yang tergabung dalam Mother Bank merasa berdaya dan terbebas dari lilitan utang bank emok.
“Sekarang kan enggak ke bank saja, bisa bermusik, bisa tahu pengalaman ke mana saja, harus pintar juga,” ungkap Aan, salah satu anggota Mother Bank.
Hal senada diungkapkan Yati Sumiati yang mengaku kini bisa mengatasi utang-utang sebelumnya. Selain itu, bergabung dengan kolektif musik Mother Bank membawanya ke berbagai tempat seperti Yogyakarta, Magelang dan Sukabumi.
“Kita ini dulu ibu-ibu yang enggak tahu apa-apa, jadi bisa karena Mother Bank ini. Senang banget ada Mother Bank sudah pinjaman tanpa bunga, kita bisa dapat pengalaman juga, bisa belajar, bertemu dengan orang-orang tinggi,” aku Yati.
.png)

