MELINTASI pintu masuk rumah sakit Pemkab Aceh Utara di Buket Rata, Lhokseumawe, tampak lukisan wajah pahlawan nasional Cut Mutia di dinding sebelah kanan. Pejuang perempuan itu telah wafat dalam pertempuran melawan Belanda di Alue Kureng, Aceh Utara 24 Oktober 1910. Timah panas menembus dada dan kepalanya di tengah hutan. Anaknya masih bocak, T.Raja Sabil bertahan hidup dalam rimba belantara. Itu semua dilakukan untuk membebaskan rakyat dari penderitaan penjajahan.
Menurut dr.Muhayatsyah, lukisan wajah Cut Mutia sengaja dipasang untuk membangkitkan semangat para dokter, perawat dan seluruh pegawai rumah sakit. Pekerjaan mereka juga perjuangan. Lalu, haruskan perjuangan itu berhenti, karena alasan penghasilan? Apakah semangat Cut Mutia yang berjuang tanpa mengharap balas jasa, tidak perlu ditiru lagi oleh para dokter?
Muhayatsyah, mantan Direktur RSUD Cut Mutia mengakui, pemasangan lukisan wajah Cut Mutia awal tahun 2010 lalu, bagian dari upaya memperjuangkan status rumah sakit dari type-C ke type-B. Selain menempelkan icon perjuangan itu di pintu masuk dan setiap kamar dokter, dia juga membentuk tim khusus kala itu. “Namanya tim peningkatan rumah sakit. Yaitu dari Dinkes Provinsi Aceh, Dinkes Aceh Utara dan DPRK Aceh Utara,” jelas dokter umum yang tetap peduli dengan rumah sakit meskipun sekarang bertugas di Kantor Dinas Kesehatan Pemkab Aceh Utara. Hasilnya, sekarang rumah sakit tersebur telah dinobatkan menjadi type-B.
Ketika para dokter spesialis bedah mogok sejak 10 Oktober 2011, akibat terjadi perbedaan pembagian dana JKA dan Jamkesmas, dr.Muhayatsyah selalu memantau kondisi itu. Dalam setiap kesempatan bertemu wartawan di rumah sakit, dia mengungkapkan kekecewaannya dengan kondisi tersebut. “Kita bersama-sama telah berhasil memperjuangkan type-B rumah sakit,” katanya ketika bersama para wartawan di kantin rumah sakit pada hari kedua mogok dokter. Namun untuk apa semua itu, bila tiba-tiba terjadi masalah. Masyarakat hanya ingin mendapatkan pelayanan yang layak.
Hari pertama mogok, operasi sircumsisi seorang bocah terpaksa ditunda. Selanjutnya, operasi pasien-pasien yang lain juga ditunda. Bahkan seorang ibu dari pedalaman Nisam hampir saja dipindahkan ke rumah sakit lain. “Setelah kami lapor ke Tgk.Munir (Ketua Komisi-E DPRK Aceh Utara) baru ditangani,” jelas keluarga pasien. Saat itu semua pekerjaan dokter spesialis bedah terpaksa ditangi dokter umum.
Masyarakat terus menjadi korban akibat masalah interen rumah sekit. Akhirnya penjabat Bupati yang baru dilantik memimpin Aceh Utara, Ali Basyah turun langsung ke lokasi. Selanjutnya diakan pertemuan, antar pihak rumah sakit dengan para dokter spesialis bedah. Pertemua yang dimediasi Pemkab Aceh Utara berhasil.
Dokter kembali bekerja. Semangat perjuangan Cut Mutia harus terus dikobarkan. Semoga semagat membela kaum lemah itu juga akan terus berkobat di hati para dokter, perawat dan pejabat struktural rumah sakit. Sehingga tidak akan terjadi lagi permasalahan yang berujung pada mogok. Karena masyarakat miskin yang butuh perawatan menjadi korbannya.*****
.png)
