Ketua Panitia
Legislatsi DPRK Aceh Utara, H.Anwar Sanusi, Jumat (21 Desember 2012) mengatakan,
limbah cair yang belum tertangani di Aceh Utara menjadi isu hangat. Selain
limbah dari perusahaan vital, sejumlah usaha warga juga berpotensi menyebabkan
limbah yang membahayakan lingkungan. Dia
mencontohkan, usaha perbengkelan, pembuatan tahu tempe san SPBU juga banyak
mengeluarkan limbah yang belum ditangani serius.
“Semua limbah
cair ini sangat membahayakan lingkungan,” jelas politisi Partai Aceh (PA) ini
usai Rapat Pairpurna membahas Qanun
(peraturan daerah) tentang restribusi pengolahan limbah cair di Gedung DPRK
setempat.
Dia juga
menjelaskan, bekas minyak dari bengkel yang mengalir melalui saluran air ke kawasan
permukiman warga masih banyak ditemukan di kabupaten ini. Begitu juga dengan
bekas minyak yang mengalir dari lokasi SPBU juga berbaya untuk lingkungan.
Bahkan beberapa waktu lalu, warga Lhoksukon
sempat mengeluh setelah bekas minyak mengalir ke luar dari lokasi pusat
penjualan BBM di Gampong Ranto.
“Seperti inilah
ke depan akan kita kelola. Selain melindungi lingkungan juga dapat menjadi PAD
(pendapatan asli daerah-red),”
jelasnya kembali. Pengelolan ini dilakukan melalui qanun restribusi limbah cair
yang sedang dibahas pihak eksekutif dan legislatif di kabupaten penghasil gas
alam cair ini. Selain itu, juga dibahas rancangan qanun (Raqan) Retribusi
Pelayan Kesehatan, Raqan Izin Gangguan (HO) dan Raqan Izin Usaha Perikanan.****
.png)
