TAHUN
1942 terjadi pertempuran antara pengikut Tgk.Abdul Jalil dengan pasukan Jepang.
Pada saat itulah Masjid Syuhada Cot Plieng di Gampong Beunot, Kecamatan
Syamtalira Bayu, Aceh Utara dibakar tentara Nippon.
Cut Jamiliyah,40, keturunan Tgk.Abdul
Jalil, Jumat (12/7) mengisahkan, tahun itu pula Abdul Jalil dan para santri
meninggal dalam sebuah pertempuran. Ketika itu, mereka sedan berada di kawasan
Buloh, Kuta Makmur, Aceh Utara. “Terjadi pertempuran, Tgk.Abdul Jalil dan
pengikutnya meninggal di sana,” jelas Jamiliyah. Namun kemudian jenazah pejuang
penentang Jepang itu dikebumikan di Komplek Cot Plieng.
Pada tahun 80-an, aksi pembakaran Masjid
Cot Plieng menjadi perhatian para veteran Jepang yang pernah bertugas di
Aceh. Seorang warga Jepang yang sudah
menganut Islam, Mahmud Syarikawa mengumpulkan dana dari para veteran di Jepang.
“Dengan dana bantuan orang Jepang itu, Masjid Cot Plieng dibangun kembali,”
jelas Cut Jamiliyah. Bahkan di komplek tersebut juga dibangun pusat pendidikan
agama Islam (dayah) untuk remaja dan
orang tua.
Masjid Syuhada Cot Plieng menjadi bukti
sejarah perjuangan ulama Aceh Utara dalam menentang Jepang. Pembangunan kembali
masjid oleh para veteran Jepang, juga sebagai bukti bahwa tempat tersebut
memiliki makna tersendiri bagi Jepang. Sehingga meskipun pada masa penjajahan telah
diratakan dengan tanah, namun setelah Indonesia merdeka masjid dibangun
kembali.
Keluaraga besar Tgk.Abdul Jalil memanfaatkan tempat itu untuk kegiatan
ibadah. Para santri menjadikan masjid untuk shalat dan tempat pengajian.
Kendati sejarah perjuangan Abdul Jalil telah banyak dilupakan orang, namun
keberadaan masjid dan prasasti yang
bertuliskan aksara Kanji, menjadi
bukti kegigihan perjuangan masyarakat Aceh Utara dalam melawan penjajah Jepang.****
.png)

